Nagari Koto Gadang merupakan salah satu dari 11 nagari yang terletak di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam – Sumatera Barat. Nagari ini terletak di dataran antara Gunung Singgalang dan Ngarai Sianok, dengan ketinggian antara 920 hingga 950 mdpl. Nagari yang menarik dengan tata desa apik dan dihiasi dengan jejeran bangunan peninggalan kolonial ini berjarak sekitar 12 Km dari pusat Kota Bukittinggi. Luas daerah 640 Ha yang terbagi atas tiga Jorong, yakninya Jorong Kotogadang, Jorong Ganting serta Jorong Subarang Tigo Jorong. Hampir setengah penggunaan lahan (300 Ha) didayagunakan untuk areal persawahan. Setidaknya terdapat 37 tumpak (petak) sawah yang tersebar disekeliling Nagari ini. Di kawasan permukiman penduduknya, 4 suku mayoritas antara lain Sikumbang, Koto, Guci/Piliang, dan Caniago.
Dari segi sejarah kependudukan, sejak dahulu daerah ini terkenal sebagai Nagari terpelajar. Disaat para pemuda dari banyak desa di Minangkabau pergi merantau untuk berdagang, masyarakat Koto Gadang lebih memilih pergi ke berbagai kota dan Negara untuk menuntut ilmu pengetahuan. Kesadaran akan pentingnya pendidikan tak lepas dari peran seorang Jahja Datoek Kajo pada awal abad 20. Sebagai seorang pejabat setingkat camat pada masanya, Ia membuat perencanaan yang tersistematis dan memberikan dukungan penuh kepada para putra-putri Koto Gadang untuk pergi bersekolah. Pada tahun 1967, penelitian Mochtar Naim seorang budayawan besar Minangkabau mengungkapkan bahwa dari total 2666 orang masyarakat yang berasal dari Nagari ini, 467 atau 17,5 persen merupakan lulusan Universitas, dengan distribusi pekerjaan sebagai dokter, insinyur, sarjana hukum, ahli ekonomi serta ahli di bidang ilmu kemasyarakatan lainnya. Karenanya, banyak tokoh kunci kaliber nasional bahkan internasional dilahirkan dari rahim kampung di kaki Singgalang ini. Sebut saja Haji Agus Salim, Sutan Sjahrir, Rohana Kudus, Emil Salim, Bahder Johan, Abdul Muis, Oesman Effendy, Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan banyak lainnya.
Disamping itu, keunikan lain terdapat pada penduduk yang menetap di kampung yang bermata pencaharian sebagai pengrajin emas, perak dan songket.
Hingga saat sekarang, sentra kerajinan tradisional ini masih dapat kita temui dengan mudah di banyak rumah penduduk. Barang-barang yang dihasilkan berkualitas baik dan sudah termahsyur hingga ke berbagai Negara, sehingga banyak dari wisatawan domestic dan asing singgah ke Nagari ini untuk sekedar memperoleh cendramata yang sudah berkategori langka ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar